Mengenal Lebih Mendalam Tentang Pajak Penghasilan (PPh)

Sabtu, April 11, 2015


Pajak penghasilan sesuai dengan pasal 1 Undang Undang pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima dalam tahun pajak. Oleh karena itu Pajak Penghasilan melekat pada subyeknya. Pajak Penghasilan termasuk salah satu jenis pajak subjektif. Subyek pajak akan dikenai pajak apabila dia menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, subyek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak. Demikian pula atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, terutang Pajak Penghasilan dan dalam hal ini yang bersifat final.
Filosofi PPh
Definisi penghasilan menurut UU PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun adalah objek pajak. Atas dasar penyederhanaan, keadilan dan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak maka atas beberapa hal diberlakukan pajak final, diantaranya ialah pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. PPh atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan bersifat final dimaksudkan agar:
  1. Proses administrasi menjadi lebih sederhana, artinya bagi Wajib Pajak mudah untuk menghitung, bagi administrasi pajak mudah menguji penghitungan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak; juga bagi Wajib Pajak badan tidak ada lagi tarif yang berbeda-beda, sehingga lebih mendukung lagi kesederhanaan dan kemudahan seperti disebutkan di atas,
  2. Untuk keadilan dan pemerataan beban, berlakunya tarif yang sama saja bagi tingkat penghasilan yang sama dari manapun diterima atau diperoleh,
  3. Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, oleh karena PPh ini memiliki tarif tunggal yaitu sebesar 5% (lima persen), maka kerelaan Wajib Pajak untuk membayar akan meningkat.
Dengan semakin meningkatnya kerelaan membayar dan bertambah mudahnya bagi administrasi pajak untuk melakukan pengujian data, maka diharapkan akan lebih meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Dasar Hukum
Dasar hukum pemberlakuan PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan ialah pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Peraturan terkait lainnya antara lain:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008,
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008,
  3. Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER – 28/PJ/2009, 20 April 2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008 tentang Perubahan ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan.
Objek Pajak
Objek pajak Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pengalihan hak yang dimaksud adalah semua pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dapat dilakukan dengan cara :
  1. Penjualan, tukar-menukar termasuk ruislag, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak yang bukan pemerintah,
  2. Penjualan, tukar-menukar termasuk ruislag, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus misalnya penjualan atau pelepasan hak tanah kepada pemerintah untuk proyek Rumah Sakit Umum dan untuk proyek kampus universitas,
  3. Penjualan, tukar-menukar termasuk ruislag, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, yaitu pembebasan tanah oleh pemerintah untuk proyek-proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara, fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya, dan fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Subjek Pajak
Subjek pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah orang pribadi atau badan yang mengalihkan tanah dan atau bangunan.
Dasar Pengenaan Pajak
PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan bersifat final dengan DPP adalah jumlah bruto nilai pengalihan. Adapun batas pengalihan yang dikenakan PPh adalah sebesar Rp. 60.000.000,-.
Nilai pengalihan adalah nilai tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan NJOP, kecuali :
  1. Pengalihan hak kepada pemerintah, maka nilai yang digunakan adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan,
  2. Pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, maka nilai yang digunakan adalah nilai menurut risalah lelang.
NJOP  yang dimaksud adalah NJOP menurut SPPT PBB tahun yang bersangkutan atau dalam hal SPPT tersebut belum terbit maka WP dapat mengajukan permohonan ke KPP Pratama untuk memperoleh Surat Keterangan NJOP. Misalnya WP akan melakukan transaksi pada tanggal 5 Januari, sedangkan pada bulan-bulan tersebut pada umumnya SPPT masih dalam proses pengadministrasian. Sehingga belum dapat diketahui berapa benchmark NJOP untuk tahun berjalan bila diperkirakan nilai pengalihan akan lebih rendah dari NJOP tahun sebelumnya. Untuk itu WP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan NJOP yang pada dasarnya isinya sama dengan SPPT PBB.
Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan berada atau bisa juga WP bersangkutan memohon untuk terlebih dahulu diterbitkan SPPT PBB atas objek yang akan ditransaksikan.
Tarif
Tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.
Pengertian RS/RSS menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2008 adalah:
  • Rumah Sederhana adalah bangunan yang terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
  • Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dcngan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pembayaran
Pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan bersifat final bagi Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi sejenis yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai kegiatan usaha pokoknya. Pembayaran penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final yang dibayar paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran, maka Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.
Pembayaran Pajak Penghasilan dengan cara angsuran, wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran.
Yang Dikecualikan
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:
  1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp.  60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah,
  2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus,
  3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan,
  4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan,
  5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan,
  6. Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.
PPh Atas Persewaan Tanah dan Atau Bangunan
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Dasar Hukum
Seperti halnya pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, prinsip dasar yang mendasari pemberlakukan PPh final ialah kesederhanaan, keadilan, dan peningkatan kepatuhan. Dasar hukum dari pemberlakuan PPh final atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan atau bangunan ialah pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Peraturan terkait lainnya antara lain:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 merupakan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan,
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 120/KMK.03/2002 tanggal 2 April 2002 merupakan perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 394/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan.
  3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-227/PJ/2002 tanggal 23 April 2002 merupakan pengganti Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-22/PJ.41/1996 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan.
Tarif
Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar 10%  dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya danservice charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Pemotong PPh
Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan atau bangunan adalah:
  1. Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan,
  2. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir 1 di atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.
Saat Terutang
PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
Penyetoran dan Pelaporan
Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke bank persepsi dan Kantor Posselambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke KPP Pratamaselambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
Apabila PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
Kesimpulan
  1. Objek pajak dari jenis pajak ini adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
  2. Subjek pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan,
  3. DPP PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah jumlah bruto nilai pengalihan. Adapun batas pengalihan yang dikenakan PPh adalah sebesar Rp. 60.000.000,-,
  4. Tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas RS dan RSS yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.
  5. Atas penghasilan yang diterima dari Persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final,
  6. Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar 10%  dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Sumber : eddywahyudi.com

You Might Also Like

0 komentar

Ketentuan Komentar

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik.

Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar :)